- Pasca pertemuan The Fed di Maret 2021, tren kenaikan yield obligasi AS dan penguatan nilai tukar dolar AS masih berlanjut.
- The Fed belum akan menaikkan suku bunga di jangka pendek, namun pasar bergerak berdasarkan prediksi bahwa suku bunga The Fed (Fed Funds Rate) akan naik di tahun 2023.
- Operation Twist (the Fed membeli lebih banyak obligasi AS tenor panjang, dan menjual tenor pendek) jadi harapan utama untuk mengendalikan yield obligasi AS, tapi belum ada komitmen jelas dari The Fed terkait kebijakan ini.
- Meski program pembelian aset (quantitative easing) berlanjut, suntikan likuiditas The Fed untuk sektor riil AS dan bank sentral lain di luar AS (via fasilitas swap/repo) sudah jauh berkurang dibanding awal pandemi.
- Kenaikan inflasi dan yield obligasi AS pada akhirnya mendorong aliran modal kembali ke negara core (AS), sehingga menekan nilai tukar dan obligasi pemerintah negara periphery (termasuk Indonesia).
- Artinya, pemulihan ekonomi global di tahun 2021 belum tentu disertai pemulihan arus modal portofolio ke Indonesia. Hal ini tentunya negatif untuk neraca pembayaran dan nilai tukar Rupiah, terlebih jika digabung dengan neraca berjalan yang semakin defisit.