- Perekonomian Indonesia masihbertumbuh dengan baik di tahun 2022 walaupun dihadang banyak tantangan. Performa yang menakjubkan ini diperkirakan akan berlanjut di 2023. Konsumsi domestik akan menjadi lokomotif utama pertumbuhan didukung inflasi yang relatif rendah akibat tekanan disinflasi global di semester pertama 2023. Namun pasar tenaga kerja kemungkinan besar akan memburuk yang dibarengi dengan pertumbuhan tabungan rumah tangga yang juga melambat, terkecuali rumah tangga dengan kuartil pendapatan tertinggi. Ini akan menghasilkan ketimpangan yang meningkat dan perlambatan di konsumsi rumah tangga secara keseluruhan.
- Sumber pertumbuhan lain yang potensial di 2023 adalah pembentukan modal tetap bruto (investasi) dengan model “Jokowinomics” yang mendorong pembangunan sector publik. Namun ini dihalangi konsolidasi fiscal dan peningkatan beban subsidi dan pembayaran bunga. Sementara keinginan sector swasta untuk belanja modal (capital expenditure) masih terbatas terkecuali sector komoditas. Di jangka pendek, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan semakin tergantung pada ekspor (permintaan dari Tiongkok dan India) dan pertumbuhan investasi dari investasi asing dan swasta di sector pertambangan dan logam.
- Ekspektasi perlambatan global tanpa resesi (soft landing), pembukaan kembali ekonomi Tiongkok dan perubahan kebijakan moneter The Fed (Fed pivot) menopang pertumbuhan negara-negara berkembang di akhir tahun 2022. Namun faktor faktor ini mungkin tidak dapat menopang untuk lama. Memang fundamental perekonomian Indonesia masih lebih baik dibandingkan negara-negara berkembang lainnya (pertumbuhan ekonomi yang baik, surplus di neraca berjalan (current account) dan kebijakan pemerintah yang relatif pruden dan terprediksi) akan menyebabkan Indonesia bertumbuh lebih baik dalam scenario manapun. Sementara itu kebijakan moneter BI kemungkinan besar akan moderat dimana suku bunga acuan masih tetap lebih tinggi dan pergerakan Rupiah lebih menuju fundamentalnya.