- Lanskap perekonomian global tampak lebih akomodatif bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia, dipengaruhi penurunan suku bunga yang dapat mendorong harga komoditas. Namun, transmisi tersebut masih belum pasti, mengingat tantangan yang dihadapi perekonomian AS dan Tiongkok.
- Keunggulan tarif menopang ekspor Indonesia ke AS setelah efek permintaan impor front-loaded mereda. Namun, neraca berjalan Indonesia diprediksi lebih moderat pada 2026, dipengaruhi oleh kenaikan impor seiring potensi penguatan tren konsumsi dan investasi.
- Penguatan tren konsumsi rumah tangga dan investasi dapat berlanjut di tahun 2026. Meskipun demikian, akselerasi pertumbuhan PDB diperkirakan terbatas, mengingat katalis pertumbuhan masih bergantung pada agenda fiskal pemerintah, sementara kapasitas fiskal yang terbatas membatasi kemampuan untuk mengatasi masalah struktural.
- Postur fiskal yang ekspansif mempengaruhi ekspektasi penerbitan SBN, yang dapat diimbangi oleh keputusan BI untuk mempertahankan sinyal suku bunga rendah. Akan tetapi, yield SBN diperkirakan lebih tinggi dibanding level pada tahun 2025, mengingat kondisi permintaan SBN oleh asing dan domestik yang tidak pasti.
- Ekspektasi defisit neraca berjalan dan penurunan selisih imbal hasil riil menunjukkan kerentanan nilai tukar Rupiah, berpotensi menimbulkan tekanan depresiasi secara berkala yang dapat mengurangi fleksibilitas kebijakan BI.