15 Jul 2024 | News & Feature

Follow the Money: Bahan bakar simpanan nasional menipis

  • Belanja pemerintah jadi pendorong utama pertumbuhan di Sem1-24, meski realisasi penerimaan negara dan penerbitan SBN lambat. Walau kondisi pasar global berpotensi membaik di Sem2, financing gap pemerintah yang lebar dapat mendorong pengurangan penerbitan SBN, digantikan sebagian oleh utang bilateral/multilateral.
  • Likuiditas dari belanja fiskal cenderung terakumulasi di perusahaan swasta, minim ”cipratan” ke rumah tangga akibat berkurangnya lapangan kerja di sektor-sektor padat karya. Walau investasi di sektor padat modal (tambang, logam, utilities) tetap kuat, momentum pertumbuhan secara umum melambat di sektor manufaktur dan konstruksi.
  • Belanja rumah tangga melambat usai euforia Q1, karena dua alasan berbeda. Kelas menengah-atas cenderung mengurangi belanja besar, dan lebih banyak membeli SBN (alih-alih menabung di bank). Sementara itu, likuiditas masyarakat bawah dan UMKM menyusut, sehingga prospek konsumsi mereka makin tergantung pada sumber eksternal – kredit fintech, bansos, dst.
  • Depresiasi Rupiah di Q2 sangat wajar mengingat saving-investment (S-I) gap Indonesia yang melebar, tapi akan membaik di Sem2 seiring kembalinya investor asing ke pasar SBN. Aliran dana asing ini penting mengingat financing gap pemerintah yang mulai menghalangi (“crowding out”) pengeluaran oleh sektor-sektor lain.
  • Walau pertumbuhan PDB hanya turun tipis di Q2 (sekitar 4,97% YoY), output potensial secara NBB (net bank balance) – dengan kata lain, tingkat pertumbuhan tercepat yang bisa diraih Indonesia tanpa financing gap signifikan – tertahan di sekitar 4.2% selama tiga kuartal terakhir.