Amerika Serikat (AS) tak mau ketinggalan dalam menyiapkan stimulus ekonomi. Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin kepada AFP menyebut, pihaknya sedang menyiapkan stimulus paket ekonomi senilai 1 triliun dollar AS.
Sebesar 500 miliar dollar AS dari paket stimulus sebesar 1 triliun dollar AS akan diberikan dalam bentuk tunai dan 500 miliar dollar AS sisanya akan diberikan kepada UKM.
Industri penerbangan diestimasi akan menerima suntikan dana sebesar 50 miliar dollar AS. Paket stimulus tersebut belum termasuk penangguhan pajak yang akan diberikan pemerintah AS sebesar 300 miliar dollar AS. Kalau dihitung, bantuan tersebut jauh melampaui paket yang dikeluarkan saat krisis keuangan global 2008 lalu.
Lantas, bagaimana dengan Indonesia?
Hingga saat ini, pemerintah Indonesia telah menyiapkan paket stimulus jilid III yang akan difokuskan pada jaring pengaman sosial. Dengan kata lain, stimulus jilid III ini akan memanfaatkan saluran bansos seperti program keluarga harapan (PKH), kartu sembako, hingga bantuan pangan non tunai (BPNT).
Meski demikian, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengaku stimulus jilid III juga akan fokus di bidng kesehatan. "Stimulus ketiga ini untuk segala kebutuhan kesehatan. Kita dorong saja di situ," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Rabu (18/3).
Sayangnya, Sri Mulani belum menyebutkan menyebutkan anggaran yang akan dikeluarkan untuk stimulus jilid III ini. Ia menuturkan, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bersama Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BPNB) masih melihat seluruh kebutuhan yang diperlukan dalam stimulus ini.
Beberapa faktor yang masuk dalam perhitungan antara lain, jumlah rumah sakit daerah yang membutuhkan bantuan, biaya yang dibutuhkan rumah sakit untuk peningkatan kapasitas, serta kebutuhan alat pelindung diri seperti masker dan hand sanitizer.
Sebelum stimulus jilid III, pemerintah juga telah mengeluarkan paket kebijakan stimulus ekonomi jilid II untuk menekan dampak penyebaran virus corona atau Covid-19 terhadap perekonomian nasional.
Mengutip CNBCIndonesia.com, pemerintah melalui Kementerian Keuangan mengeluarkan stimulus fiskal, yakni relaksasi PPh Pasal 21 melalui skema PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP) sebesar 100 persen bagi pekerja di seluruh sektor industri manufaktur yang punya pendapatan sampai Rp 200 juta per tahun. PPh DTP diberikan selama 6 bulan, terhitung mulai bulan April hingga September 2020. Nilai yang ditanggung pemerintah untuk kebijakan ini sekitar Rp 8,6 triliun.
Stimulus fiskal berikutnya adalah relaksasi PPh 22 Impor bagi 19 sektor tertentu, Wajib Pajak KITE, dan Wajib Pajak KITE IKM. Pembebasan PPh Pasal 22 Impor diberikan selama 6 bulan terhitung mulai bulan April hingga September 2020 dengan total perkiraan pembebasan sebesar Rp 8,15 triliun.
Yang ketiga adalah relaksasi PPh Pasal 25 yang diberikan melalui skema pengurangan PPh Pasal 25 sebesar 30 persen kepada 19 sektor tertentu, Wajib Pajak KITE, dan Wajib Pajak KITE-IKM selama 6 bulan terhitung mulai bulan April hingga September 2020 dengan total perkiraan pengurangan sebesar Rp 4,2 triliun.
Terakhir, relaksasi restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang diberikan melalui restitusi PPN dipercepat (pengembalian pendahuluan) bagi 19 sektor tertentu, WP KITE, dan WP KITE-IKM. Restitusi PPN dipercepat diberikan selama 6 bulan, terhitung mulai bulan April hingga September 2020 dengan total perkiraan besaran restitusi sebesar Rp 1,97 triliun. Tidak ada batasan nilai restitusi PPN khusus bagi para eksportir, sementara bagi para non-eksportir besaran nilai restitusi PPN ditetapkan paling banyak Rp 5 miliar.
Selain stimulus fiskal, pemerintah juga menyiapkan paket kebijakan non-fiskal. Mengutip Hukumonline.com, kebijakan non-fiskal tersebut berupa penyederhanaan dan pengurangan jumlah Larangan dan Pembatasan (Lartas) untuk aktivitas ekspor yang tujuannya meningkatkan kelancaran ekspor dan daya saing.
Artikel seputar impact bisnis karena Covid-19 seperti ini termuat di https://prioritas.bca.co.id